Pelaksanaan penelitian di bidang sosial dilakukan dalam rangka untuk menguji hipotesis yang diturunkan dari teori. Setelah kita menyatakan hipotesis penelitian sesuai dengan teori yang ada, kemudian dilakukan pengumpulan data yang nantinya akan kita gunakan untuk menguji hipotesis tersebut. Hasil pengujian hipotesis membawa kita untuk mempertahankan, merubah atau menolak hipotesis dan teori yang digunakan sebagai dasar untuk menyusun hipotesis.
Untuk sampai pada kesempatan menolak atau tidak dapat menolak hipotesis, kita harus memiliki prosedur yang obyektif apakah menolak atau menerima hipotesis. Obyektivitas merupakan aspek penting dari metode scientific, hal mana seseorang harus mencapai kesimpulan dengan metode yang dapat diperiksa oleh publik dan dapat diuji ulang dengan metode yang sama oleh orang lain. Prosedur obyektif ini harus didasarkan atas informasi atau data yang telah diperoleh dalam penelitian dan resiko yang kita tolerir jika hipotesis tersebut mungkin salah.
Prosedur ini biasanya meliputi beberapa langkah sebagai berikut :
- Nyatakan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alaternatif (H1). Tentukan data yang akan dikumpulkan. Lalu pilih uji statistik untuk menguji hipotesis nol (H0).
- Dari beberapa uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis dengan desain riset yang ada, pilih uji statistik yang paling sesuai dengan desain penelitian dalam hal asumsi yang mendasari pengujian.
- Tentukan tingkat signifikansi (a) dan besarnya (jumlah) sampel (N).
- Dapatkan distribusi sampel dari uji statistik dengan dengan asumsi bahwa Ho adalah benar.
- Atas dasar langkah (2), (3) dan (4) di atas, tentukan daerah penolakan untuk pengujian statistik.
- Kumpulkan data. Dengan data yang telah terkumpul dari sampel, hitunglah nilai uji statistik. Jika nilai statistik tersebut berada pada daerah penolakan, maka keputusannya menolah H0, jika nilai statistik berada diluar daerah penolakan, maka keputusannya H0 tidak dapat ditolak pada tingkat signifikansi yang telah dipilih.
Hipotesis Nol (H0)
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah menyatakan hipotesis nol (H0). Hipotesis nol merupakan hipotesis "tidak ada pengaruh" dan biasanya diformulasikan dengan tujuan untuk ditolak. Jika hipotesis nol ditolak, maka hipotesis alternatif (H1) diterima. Hipotesis alternatif merupakan pernyataan operasional dari hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian merupakan prediksi yang diturunkan dari teori.
Ketika kita ingin mengambil keputusan tentang perbedaan, kita menguji H0 melawan H1. H1 merupakan hipotesis yang akan kita terima, jika H0 ditolak. Misalkan teori psikologi sosial menyatakan bahwa dua kelompok orang berbeda di dalam jumlah waktu yang mereka gunakan untuk membaca surat kabar. Konfirmasi dari prediksi teori ini akan mendukung teori psikologi sosial. Untuk menguji hipotesis penelitian ini, kita menyatakan dalam bentuk operasional sebagai hipotesis alternatif (H1). Salah satu cara mengukur perbedaan adalah dengan menggunakan jumlah rata-rata waktu yang digunakan oleh setiap kelompok untuk membaca surat kabar. Oleh karena itu H1 dinyatakan sebagai u1 tidak sama dengan u2, yaitu rata-rata waktu yang digunakan untuk membaca surat kabar oleh anggota dua populasi tidak sama. Sedangkan Ho akan dinyatakan dalam bentuk u1 = u2, yaitu rata-rata jumlah waktu yang digunakan untuk membaca surat kabar oleh anggota kedua populasi adalah sama.
Sifat dari hipotesis penelitian menentukan bagaimana H1 harus dinytaan. Jika hipotesis penelitian hanya menyatakan bahwa kedua kelompok berbeda dalam hal nilai rata-rata-nya, maka H1 dinyatakan u1 tidak sama dengan u2, Namun demikian, jika teori memprediksi arah dari perbedaan, yaitu salah satu kelompok memiliki rata-rata lebih besar dari yang lain, maka H1 dapat dinyatakan u1 lebih besar daripada u2 atau u1 lebih kecil daripada u2, yaitu nilai rata-rata kelompok 1 lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai rata-rata kelompok 2.
Tingkat Signifikansi dan Besarnya Sampel
Setelah hipotesis nol dan hipotesis alternatif dinyatakan dan alat uji statistik yang sesuai dipilih, maka langkah selanjutnya adalah menentukan tingkat signifikansi dan jumlah sampel. Prosedur penelitian kita adalah menolak H0 dan menerima H1 jika hasil nilai statistik dengan tingkat probabilitas terjadinya H0 adalah sama atau lebih kecil dari probabilitas signifikansi yang biasanya disebut alpha (a). Nilai alpha yang umum dipakai dalam ilmu sosial adalah 0.05 dan 0.01. Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan antara probabilitas statistik jika H0 benar dibandingkan dengan tingkat signifikansi. Jika probabilitas nilai statistik H0 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05 atau 0.01, maka H0 ditolak dan kita menerima H1.
Hadi tingkat signifikansi (a) adalah probabilitas kesalahan menolak H0 (kita menyatakan bahwa H0 salah, padahal benar). Kesalahan menolak H0 disebut dengan kesalahan tipe-1. Ada dua jenis kesalahan yang dapat dibuat dalam memutuskan H0. Pertama adalah kesalahan tipe 1 (kesalahan A) yaitu kita menolak H0, padahal H0 benar. Kedua adalah kesalahan tipe 2 (kesalahan B) yaitu menerima H0, padahal H0 salah. Semakin besar kesalahan , maka semakin kecil kesalahan B dan sebaliknya. Untuk memperkecil kesalahan A dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah sampel. Kekuatan uji statistik (power of test) adalah probabilitas menolak H0 ketika H0 benar-benar salah adalah : Power = 1 - P (Kesalahan tipe 2) = 1 - B.
Jadi power merupakan fungsi dari pemilihan uji statistik, umumnya kekuatan uji statistik (power of test) akan meningkat jika jumlah sampel juga meningkat.
Pemilihan Uji Statistik
Pengembangan ilmu statistik telah mengalami perkembangan yang sangat pesar, sekarang kita memiliki banyak alternatif alat uji statistik yang tersedia hampir untuk semua desain penelitian. Pada prinsipnya terdapat dua jenis alat uji statistik yaitu statistik Parametrik dan statistik Non Parametrik. Pemilihan apakah sebaikya uji statistik dengan Parametrik atau Non Parametrik merupakan hal yang kritikal.
Seperti telah dinyatakan di atas bahwa kekuatan (power) analisis statistik merupakan fungsi dari pemilihan uji statistik. Suatu uji statistik dianggap baik jika probabilitas menolak H0, ketika H0 adalah benar adalah sama untuk semua nilai alpha yang dipilih. Hal ini merupakan powerful test jika kita mempunyai dua uji statistik A dan B yang keduanya memiliki probabilitas yang sama menolak H0 ketika H0 adalah benar. Hal ini berarti kedua uji statistik ini adalah valid. Dengan demikian yang kita perlukan adalah memilih uji statistik yang memiliki probabilitas besar menolak H0 ketika H0 adalah salah.
Disamping kekuatan (power) uji statistik sebagai pertimbangan memilih alat uji statistik. Ada beberapa pertimbangan lain yang harus diperhitungkan yaitu skor sampel atau data yang dipilih, sifat dari populasi di mana sampel diambil, hipotesis yang ingin diuji, jenis pengukuran atau skala yang digunakan untuk mengukur variabel. Setiap uji statistik mengasumsikan persyaratan akan model dan pengukuran. Suatu uji statistik dinyatakan valid jika memenuhi kondisi yang menjadi persyaratan yaitu model dan pengukuran.
Uji statistik yang paling powerful adalah yang memiliki asumsi yang paling kuat. Sebagai misal, uji statistik parametrik memiliki uji t dan uji F yang memiliki asumsi kuat. Jika asumsi itu valid, maka uji yang mendasarkan pada asumsi ini akan menghasilkan semua uji statistik yang menolak H0 ketika H0 salah. Jadi jika data penelitian lebih cocok dianalisis dengan uji parametrik, maka uji parametrik akan lebih powerful dibandingkan uji lainnya.
Apakah kondisi yang berkaitan dengan persyaratan model dan pengukuran katakanlah uji t? atau kondisi-kondisi apa saja yang harus dipenuhi supaya uji t merupakan uji yang paling powerful. Kondisi ini merupakan persyaratan uji parametrik yang meliputi :
- Observasi harus independen, yaitu pemilihan satu kasus dari populasi untuk dimasukkan ke dalam sampel tidak boleh bias terhadap kemungkinan kasus-kasus lain untuk dimasukkan ke dalam sampel. Begitu juga dengan skore pengukurannya juga tidak boleh bias.
- Observasi diambil dari populasi yang berdistribusi normal.
- Dalam hal analisis yang berkaitan dengan dua group, maka populasi maasing-masing group harus memiliki variance yang sama (dalam kasus tertentu mereka harus memiliki ratio variance yang diketahui).
- Variabel harus diukur paling tidak dalam skala interval, sehingga memungkinkan melakukan interpretasi terhadap hasilnya.
Apabila ke empat kondisi di atas dipenuhi oleh data yang akan kita uji, maka uji parametrik yang harus dipilih yaitu uji t dan uji F. Namun demikian apa yang terjadi jika kondisi ini tidak dipenuhi? Apa yang terjadi jika populasi tidak berdistribusi normal? Apa yang akan terjadi jika pengukuran tidak sekuat dengan skala interva (nominal atau ordinal)? Jika ada sejumlah pengukuran atau group dan populasinya tidak mempunyai variance yang sama. Jika asumsi yang mendasari model statistik tidak terpenuhi, maka uji tersebut tidak valid.
Statistik Parametrik dan Non Parametrik
Statistik parametrik mensyaratkan asumsi khusus tentang distribusi populasi harus normal. Oleh karena kondisi ini umumnya tidak diuji dahulu, maka normalitas data dianggap dipenuhi. Kesahihan hasil uji parametrik tergantung dari validitas asumsinya. Interpretasi terhadap uji parametrik didasarkan pada distribusi normal dan juga skor yang dianalisis paling tidak berasal dari pengukuran skala interval.
Statistik Non Parametrik didasarkan dari model yang tidak mendasarkan pada bentuk khusus dari distribusi data. Asumsi yang berhubungan dengan uji statistik non parametrik meliputi observasi harus independen, pengukuran variabel dengan skala ordinal dan skala nominal (kategorikal), data tidak berdistribusi normal dan jumlah sampel kecil (kurang dari 30). Berikut ini beberapa keunggulan uji statistik non parametrik"
- Jika jumlah sampel terlalu kecil, maka tidak ada alternatif lain menggunakan uji non parametrik, kecuali distribusi populasi diketahui dengan pasti.
- Uji non parametrik memiliki asumsi yang lebih sedikit berkaitan dengan data dan mungkin lebih relevan pada situasi tertentu. Hipotesis yan diuji dengan non parametrik mungkin lebih sesuai dengan tujuan penelitian.
- Uji non parametrik dapat digunakan untuk menganalisis data yang secara inheren adalah data dalam bentuk rangking. Jadi sipeneliti hanya dapat mengatakan terhadap subyek penelitian bahwa yang satu memiliki lebih atau kurang karakteristik dbandingkan lainnya, tanpa dapat mengatakan seberapa besar lebih atau kurang itu. Sebagai misal didalam menguji motivasi seseorang. kita dapat menyatakan bahwa A memiliki motivasi yang lebih tinggi dibandingkan B, tanpa mengetahui seberapa besar motivasi A dibandingkan B.
- Uji non parametrik cocok untuk menguji data yang bersifat klasifikasi atau kategorikal (skala nominal). Tidak ada uji parametrik yang cocok untuk menguji data seperti ini.
- Ada uji statistik non parametrik yang cocok untuk menguji sampel yang berasal dari observasi yang diambil dari populasi yang berbeda. Uji paramterik sering kesulitan menguji data seperti ini.
- Uji non parametrik umumnya mudah digunakan dan dipelajari daripada uji parametrik. Juga interpretasinya lebih langsung dibandingkan uji parametrik.
Skala Pengukuran
Pengukuran merupakan suatu proses hal mana suatu angka atau simbol dilekatkan pada karakteristik atau properti suatu stimuli sesuai dengan aturan atau prosedur yang telah ditetapkan. Misalkan orang dapat digambarkan dari beberapa karakteristik seperti umur, pendidikan, pendapatan, jenis kelamin, dan preferensi terhadap mereka barang tertentu. Skala pengukuran yang sesuai dapat digunakan untuk menunjukkan karakteristik ini. Menurut Stevens (1946) skala pengukuran dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu, skala nominal, ordinal, interval dan rasio.
- Skala Nominal
Skala Nominal merupakan skala pengukuran yang menyatakan kategori, atau kelompok dari suatu subyek. MIsalkan variabel jenis kelamin, responden dapat dikelompokkan kedalam dua kategori laki-laki dan wanita. Kedua kelompok ini dapat diberi kode angka 1 dan 2. Angka ini hanya berfungsi sebagai label kategori semata tanpa nilai intrinsik dan tidak memiliki arti apa-apa. Oleh sebab itu tidaklah tepat menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari variabel jenis kelamin. Angka 1 dan 2 hanya sebagai cara untuk mengelompokkan subyek ke dalam kelompok yang berbeda atau hanya untuk menghitung berapa banyak jumlah disetiap kategori. Jadi uji statistik yang sesuai dengan skala nominal adalah uji statistik yang mendasarkan counting seperti Modus dan Distribusi Frekuensi.
- Skala Ordinal
Skala Ordinal tidak hanya mengkategorikan variabel kedalam kelompok, tetapi juga melakukan rangking terhadap kategori Sebagai misal kita ingin mengukur preferensi responden terhadap empat merek produk air mineral. Merek Aqua, Aquana, Aquaria dan Aquades. Kita dapat meminta responden untuk melakukan rangking terhadap merek produk air mineral yaitu dengan memberikan angka 1 untuk merek yang paling disukai, angka 2 untuk rangking kedua dan seterusnya.
Tabel ini menunjukkan bahwa merek Aqua lebih disukai daripada merek Aquana, merek Aquana lebih disukai daripada mereka Aquaria, dan merek Aquaria lebih disukai daripada merek Aquades. Walaupun perbedaan angka antara mereka satu dengan lainnya sama, kita tidak dapat menentukan seberapa besar nilai preferensi dari satu merek terhadap merek lainnya. Jadi kategori antar merek tidak menggambarkan perbedaan yang sama (equal differences) dari ukuran atribut. Pengukuran seperti ini dinamakan skala ordinal dan data yang didapat dari pengukuran ini disebut data ordinal. Uji statistik yang sesuai untuk skala ordinal adalah Modus, Median, Distribusi Frekuensi dan Statistik Non parametrik. seperti Rank orde correlation. Variabel yang diukur dengan skala nominal dan ordinal umumnya disebut variabel non parametrik atau variabel non-metrik.
- Skala Interval
Misalkan disamping menyatakan responden untuk melakukan rangking preferensi terhadap merek, mereka juga dminta untuk memberikan nilai (rate) terhadap preferensi merek sesuai dengan lima skala penilaian sebagai berikut :
Jika kita berasumsi urutan kategori menggambarkan tingkat prefensi yang sama, maka kita dapat mengatakan perbedaan preferensi responden untuk dua merek air mineral yang mendapat rating 1 dan 2 adalah sama dengan perbedaan preferensi untuk dua merek lainnya yang memiliki rating 4 dan 5. Namun demikian kita tidak dapat menyatakan preferensi responden terhadap merek yang mendapat rating 5 nilainya lima kali preferensi untuk merek yang mendapat rating 1. Skala pengukuran seperti di atas disebut dengan skala interval. Uji statistik yang sesuai untuk jenis pengukuran skala ini adalah semua uji statistik, kecuali yang mendasarkan pada rasio seperti koefisien variasi.
- Skala Rasio
Skala Rasio adalah skala interval dan memiliki nilai dasar (based value) yang tidak dapat dirubah. Misalkan umur responden memiliki nilai dasar nol. Skala rasio dapat ditranformasikan dengan cara mengalikan dengan kontanta, tetai transformasi tidak dapat dilakukan jika dengan cara menambah konstanta karena hal ini akan merubah nilai dasarnya. Jadi transformasi yang valid terhadap skala rasio adalah sebagai Yt = bYo.
Oleh karena skala rasio memiliki nilai dasar, maka pernyataan yang mengatakan "Umur Amir dua kali umu Tono" adalah valid. Data yang dihasilkan dari skala rasio disebut data rasio dan tidak ada pembatasan terhadap alat uji statistik yang sesuai. Variabel yang diukur dengan skala interval dan rasio disebut variabel Metrik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar